Abstract

Kemampuan motorik kasar merupakan salah satu proses tumbuh kembang yang harus dilalui dalam kehidupan anak. Terjadinya gangguan dini pada proses tersebut akan menghambat laju pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor status gizi, konsumsi makanan dan aktifitas dengan kemampuan motorik kasar anak, dan mencari faktor yang paling dominan berhubungan dengan kemampuan motorik kasar anak. Penelitian dilakukan di Kecamatan Ciomas kabupaten Bogor, Jawa Barat. Disain penelitian adalah cross sectional, pengambilan sampel dipilih secara purposive sebanyak 13 anak yang terdiri dari 23 anak keluarga miskin dan 20 anak dari keluarga tidak miskin. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive. Analisa data dilakukan secara deskriptif dan analitik dengan menggunakan uj statistik (uji Chi square dan multivariat) dan uji multivariate (Regresi Logistik) dengan menggunakan program SPSS. Dari penelitian ini didapat hasil bahwa 20 anak (47%) dari seluruh sampel, yang mengalami keterlambatan kemampuan motorik. Dari 20 anak tersebut, sebagian besar yaitu 15 anak (65%) berasal dari keluarga miskin dan sisanya 5 anak (35 %) dari keluarga tidak miskin. Ada perbedaan yang bermakna antara kemampuan motorik kasar anak dari keluarga miskin dan tidak miskin (p<0.05). Dari uji statistik juga terlihat adanya perbandingan kemampuan motorik kasar anak dari keluarga tidak miskin berpeluang 6 kali lebih normal dibandingkan dengan anak dari keluarga tidak miskin (OR: 5,6. CI = 1,13; 2,06). Jika dihubungkan dengan status gizinya, ternyata dari 15 anak keluarga miskin yang terlambat kemampuan motoriknya terdiri dari 6 anak (40%) yang mempunyai nilai Z score dengan indeks BB/PB < -,2SD, sedangkan dari 9 anak (60%) yang lain mempunyai nilai-nilai < -2SD. Sedangkan dari 5 anak keluarga tidak miskin yang terlambat kemampuan motoriknya, hanya ada 1 anak (20%) yang mempunyai nilai score Z BB/PB < -2SD. Namun hubungan antara status gizi dan kemampuan motorik kasar secara statistik tidak bermakna (p > 0.05). Jika dilihat dari persen kecukupan energinya, dari 15 anak tersebut, ada 10 anak (67%) yang difisit energi ( < 50%), dan yang difisit protein sebanyak 12 anak (80%). Sedangkan dari 5 anak keluarga tidak miskin yang yang terlambat kemampuan motoriknya, ternyata hanya ada 1 anak (20%) yang difisit energi dan proteinnya. Hubungan antara persen kecukupan energi dan protein dengan kemampuan motorik kasar anak signifikan (p < 0.05). Ditemukan juga 7 anak (47%) dari keluarga miskin dan 2 anak dari keluarga tidak miskin (40%) yang terlambat kemampuan motoriknya ternyata aktifitasnya juga kurang. Ada hubungan yang bermakna antara aktifitas anak dengan kemampuan motorik kasar anak (p < 0.05). Kesimpulan: Kemampuan motorik kasar berhubungan signifikan dengan faktor kecukupan energi, kecukupan protein, dan aktifitas anak. Dari hasil uji multivariat menunjukan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan kemampuan motorik kasar anak umur 12-18 bulan di keluarga miskin dan tidak miskin adalah kecukupan energi dan protein, dengan model : Y = 1.5134 + 1,2915* kecukupan energi + 1,3539* kecukupan protein.