Abstract
ABSTRAK
Antibiotika adalah zat – zat kimia yang memiliki khasiat mematikan atau
menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif
kecil. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah
resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui profil peresepan antibiotik di Puskesmas Pamanukan. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kuantitatif dengan data yang digunakan adalah data primer yang berasal dari
seluruh lembaran resep pasien rawat jalan di Puskesmas Pamanukan pada Bulan
Oktober – Desember tahun 2014 yang mengandung antibiotik. Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh resep pasien rawat jalan yang mengandung antibiotik.
Jumlah resep antibiotik yang diamati sebanyak 1277 lembar resep (23,32% dari
total kunjungan pasien), jumlah pasien laki – laki 624 (48,86%), perempuan 653
(51,14 %). Bentuk sediaan antibiotik tablet dan kapsul sebanyak 671 resep (52,55)
dan sirup sebanyak 606 resep (47,45%). Diperoleh data penggunaan antibiotik
yang digunakan di Puskesmas Pamanukan yaitu Amoksisilin sebanyak 382 resep
(29,91%), Sefadroksil sebanyak 165 resep (12,92%), Kotrimoksazol sebanyak 257
resep (20,13%), Siprofloksasin sebanyak 116 resep (9,08%), Kloramfenikol dan
Tiamfenikol sebanyak 122 resep (9,55%), Klindamisin sebanyak 29 resep
(2,27%0, Metronidazol sebanyak 47 resep (3,68%), Sefiksim, Doksisiklin,
Eritromisin masing – masing sebanyak 1 resep (0,08%), kombinasi amoksisilinmetronidazol
sebanyak 156 resep (12,22%). Antibiotik paling banyak diresepkan
untuk usia 0 – 5 tahun sebanyak 511 resep (40,02%), sedangkan berdasarkan
diagnosa penyakit, antibiotik, antibiotik yang paling banyak diresepkan yaitu
untuk ISPA sebanyak 363 resep (28,42%). Pemakaian antibiotik yang paling
sering digunakan yaitu dari golongan beta laktam Amoksisilin sebanyak 382 resep
(29,91). Persentase peresepan antibiotik untuk ISPA non Pneumonia di
Puskesmas Pamanukan rata – rata diatas 80% setiap bulannya masih di atas 20%.
Hal ini tidak sesuai dengan standar Penggunaan Obat Rasional dari Kementerian
Kesehatan.