Abstract
Latar Belakang : Untuk menggerakan perekonomian daerah dan menempatkan daerah sebagai penanggung jawab pembangunan, maka terjadi perubahan dalam mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dari Tugas Pembantuan (TP) menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik Bidang Kesehatan. Perubahan ini sejalan dengan penelitian bahwa DAK merupakan mekanisme penyaluran dana dari pusat ke kab/kota yang lebih efektif karena penyalurannya dapat tepat waktu, lebih efisien, dan transparan. Dalam pelaksanaan BOK tahun 2016, diharapkan kendala yang dihadapi dapat diatasi dengan pembinaan yang intensif oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota termasuk penyerapan anggaran. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai suatu institusi yang strategis dalam pelaksanaan urusan kesehatan. memiliki tanggung jawab berperan meningkatkan kinerja puskesmas, termasuk dalam penyerapan realisasi anggaran BOK.Tujuan : Untuk mengevaluasi perbedaan peran DInas Kesehatan dalam penyerapan dana BOK puskesmas dengan mekanisme DAK nonfisik di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul.Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif, dengan penekatan studi kasus deskriptif.Hasil : Peran Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul telah dilaksanakan sesuai dengan fungsi manajemen yang meliputi : planning, organizing, actuating, dan controlling. Perbedaan dalam fungsi planning adalah perencanaan anggaran BOK dalam menentukan DPA-SKPD. Dinas Kesehatan Sleman dengan mekanisme DPA-SKPD lebih tepat waktu dalam penganggaran sehingga tidak terjadi perubahan DPA dalam pelaksanaan anggaran, sementara DInas Kesehatan Gunungkidul melakukan perubahan terhadap DPA yang telah ditetapkan sehingga memperlambat pelaksanaan kegiatan. Dalam aspek actuating, perbedaan dalam waktu pencairan uang yang mana dana BOK puskesmas di Kabupaten Sleman cair lebih cepat pada bulan Maret sedangkan di Kabupaten Gunungkidul cair pada bulan Mei sehingga waktu pelaksanaan kegiatan terlambat dan berpengaruh terhadap rendahnya penyerapan dana BOK. Pola pelaporan pertanggungjawaban SPJ Dinas Kesehatan Sleman mengutamakan keseragaman dan kelengkapan SPJ dari semua puskesmas sehingga realisasi penyerapan dana BOK puskesmas sangat baik dan lebih merata antar puskesmas, sedangkan pola pelaporan pertanggungjawaban SPJ di Dinas Kesehatan Gunungkidul dilakukan berdasarkan kapasitas puskesmas yaitu puskesmas yang telah menyelesaikan SPJ dapat mengajukan permintaan pencairan terlebih dahulu tanpa harus menunggu puskesmas yang terlambat sehingga menyebabkan jumlah realisasi penyerapan dana BOK antar puskesmas tidak merata dan berimbang. Perbedaan peran dalam aspek controlling adalah Dinas Kesehatan Sleman menggunakan pola pendampingan dimulai dari penyusunan RKA sampai dengan pertanggungjawaban terhadap realisasi dana dan program, sementara Dinas Kesehatan Gunungkidul belum melaksanakan sistem pendampingan.Kesimpulan : Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman memperlihatkan kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi perubahan mekanisme dana BOK. Peran dinas kesehatan dalam perencanaan anggaran, pelaporan pertanggungjawaban (SPJ), dan pendampingan pada puskesmas menyebabkan realisasi penyerapan dana BOK dengan mekanisme DAK nonfisik sangat tinggi dan merata untuk semua puskesmas.Kata Kunci : Peran Dinas Kesehatan, Evaluasi, Manajemen, BOK.